Translate

Senin, 17 Juni 2013

TABLE MANNER FOR OUR KIDS

4 Tahapan "Table Manners" untuk Si Kecil
Menyaksikan bayi di bawah tiga tahun makan, umumnya, bukan pemandangan menyenangkan bagi orangtua. Makanan tak berada di tempatnya dan berserakan di seluruh tubuh, juga mengotori tempat makan hingga ke lantai. Banyak orangtua menghadapi dilema makan si kecil ini. Namun, Anda bisa mencegahnya dengan melatih table manners untuk si kecil sedini mungkin. Ada empat tahapan table manners untuk si kecil. Namun, sebelum mempraktikkannya, pahami beberapa poin penting yang disarankan sejumlah pakar di bidang table manner untuk anak ini.

Mengerti dunianya
"Anak-anak hanya ingin menumpahkan makanan ke seluruh tubuhnya. Mereka tak mengerti sikap Anda yang menganggu kesenangan mereka tersebut, dengan menyuruh mereka menggunakan celemek bayi dan sendok garpu," jelas Donna Jones, penulis Taming Your Family Zoo: Six Weeks to Raising a Well-Mannered Child. 

Rasional
Orangtua perlu memahami anak dengan tidak memiliki ekspektasi terlalu tinggi terhadap anak usia dua ini. "Tak masuk akal jika orangtua mengharapkan anak dua tahun untuk selalu menggunakan celemek bayi, meskipun memang pada usia ini orangtua bisa mulai melatihnya," kata Sue Fox, penulis Etiquette for Dummies. 

Sabar
Batita dan anak usia prasekolah, sebenarnya sudah memahami cara menggunakan sendok dan garpu, duduk saat makan, dan berbagai tata krama saat makan. "Namun mereka tetap masih menumpahkan makanan dan membuatnya berantakan, jadi Anda harus sabar," saran Fox.

Kenali kebutuhannya
Jika anak Anda mulai beratraksi di meja makan, mulai melempar makanannya, orangtua perlu memahami perilaku seperti ini bukan meresponsnya dengan memarahi. "Banyak orangtua yang marah dengan perilaku anak seperti ini, namun sebenarnya, anak-anak sedang mencoba mengatakan, 'saya sudah selesai makan, saya sudah kenyang'," jelas Pamela Gould, penulis Feeding the Kids: The Flexible, No-Battles, Healthy Eating System for the Whole Family.

Saat anak merasa kenyang dengan menunjukkan sinyal melemparkan makanan, orangtua perlu memberikan respons yang tepat. Bilang saja padanya, "Oh, kamu sudah selesai makan ya Nak? Ok, ibu bantu membereskan makanannya, ya." Menurut Gould, respons seperti ini mengajarkan anak untuk mengungkapkan ke orangtua jika mereka sudah selesai makan, bukan dengan memberikan tanda nonverbal yang tak menyenangkan.

Latihan

Anak usia sekolah semestinya sudah mampu berperilaku dengan baik dengan berbagai benda di sekitarnya, kata instruktur etiket, Sheila Greer dari Academy of Social Graces, Fort Myers, Florida. "Pada usia enam, anak-anak seharusnya sudah bisa menggelar pesta makan malamnya sendiri," ungkapnya.

Latihan, latihan, dan latihan, ini adalah kunci sukses membiasakan anak menjalani perilaku baik termasuk di meja makan. Orangtua menjadi contohnya, dengan menunjukkan kepada mereka cara memegang sendok, garpu, cara minum dan mengunyah yang benar. Anak bercermin dari orangtuanya. Jadi, jika ingin anak Anda memiliki tata krama di meja makan, pastikan Anda selaku orangtuanya juga mempraktikkannya. 

Anda dapat mulai melatih table manners sedini mungkin, sehingga pada empat tahapan usia ini, si kecil sudah terbiasa makan dengan baik dan benar.

Usia dua, anak sudah mampu untuk:
* Duduk dengan tenang saat makan, dalam beberapa menit.
* Menggunakan celemek bayi, dan mengelap wajah mereka jika dibutuhkan saat makan.
* Menggunakan sendok dan garpu, terlepas dari benar atau tidak, fokuslah pada membangun kebiasaan terlebih dahulu.

Usia empat, anak sudah mampu untuk:
* Tidak lagi menumpahkan makanan dan minuman saat sedang makan.
* Mengunyah makanan dengan mulut tertutup.
* Memahami kapan boleh dan tidak boleh berbicara saat makan.
* Menggunakan celemek, sendok, garpu dengan baik dan benar.
* Minum dari gelas atau cangkir dengan tepat.
* Minta izin saat meninggalkan meja makan.
* Memilah makanan yang disajikan untuk dipindahkan ke piringnya sendiri. 

Usia enam, anak sudah mampu untuk:
* Duduk dengan sopan di meja makan saat sedang menerima tamu.

Usia delapan, anak-anak mampu untuk:
* Membantu membersihkan dan merapikan meja makan.
* Memuji masakan jika mereka menyukainya.
* Menahan diri untuk mengkritik makanan yang disajikan.

SEBENARNYA BOLEH GAK NONTON TV

Bunda, sebentar lagi anak - anak akan liburan panjang



budaya main games & berebut remote TV bakal jadi rutinitas selama anak - anak liburan panjang nanti

Alasan Perlu Batasi Anak Nonton TV

Menurut The American Academy of Pediatrics, sebaiknya batasi screen time bagi balita tidak lebih dari 2 (ya, dua!) jam perhari. Batas ini sudah merupakan gabungan semua layar digital ya, Ma. Artinya gabungan waktu menonton TV, DVD, computer tablet maupun layar perangkat video games mereka. Artinya kalau memang hanya 30 menit untuk mandi dan sedikit luluran, Anda bisa bebas dari rasa bersalah!

Meski begitu, riset yang dilakukan oleh Seattle Children’s Research Institute  menemukan bahwa kebanyakan balita memiliki screen time hingga 4 jam sehari. Data ini kemudian dihubungkan dengan meningkatnya kasus anak-anak dengan masalah keterlambatan bicara, perilaku agresif dan obesitas.

Mengingat anak-anak yang hidup di perkotaan di Indonesia pun sudah sangat akrab dengan berbagai layar digital, rasanya hasil penelitian ini juga dapat menjadi peringatan bagi kita semua. Jadi bila Anda butuh melakukan sesuatu lebih dari 2 jam, coret saja deh “babysitter elektronik” dari daftar solusi. Lebih baik, minta saja Papa gantian bermain dengan anak.   

SEBENARNYA BOLEH NGAK NONTON TV ?

Banyak tayangan khusus untuk bayi dan diklaim bisa meningkatkan kecerdasan bayi. Betulkah? Sayangnya, penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan dalam Journal of Pediatrics tidak menyetujui klaim para penghibur bayi ini. Menurut Frederic Zimmermandari University of Washington yang menjadi kepala tim peneliti, justru untuk setiap 4 jam yang dilewatkan dalam sehari untuk menonton video dan DVD bayi oleh bayi yang berusia 8-16 bulan, akan mengurangi kemampuan anak memahami 6-8 kata dibanding bayi yang tidak menonton.
   
Masalahnya bukan terletak pada isi video yang sebetulnya cukup bagus, namun pada cara otak bayi berkembang. Otak bayi berkembang dengan sangat sensitif. Karena itu, sangat penting untuk bayi berkembang lewat stimulasi yang interaktif – yang bisa berubah sesuai dengan reaksi anak. Ini hanya bisa disediakan oleh orangtua atau pengasuhnya, bukan oleh TV yang cuma bisa menyediakan tayangan monoton.
   
Kelly Ross, MD, dokter anak dari Missouri yang juga ibu dari anak kembar tiga menegaskan, bayi belajar melalui gerakan dan eksplorasi langsung, bukan lewat pengamatan pasif. Begitu pula menurut Samantha Maplethorpe, MD, dokter keluarga dari Washington yang juga ibu tiga anak. Katanya, TV sebetulnya tidak memberikan keuntungan apa pun dan malah mencuri waktu belajar.
   
Memang sih, jadi ada waktu-waktu tenang jika bayi bisa menonton TV. Ini juga disetujui oleh Leslie Gavin, PhD, psikolog anak dari Florida yang juga ibu empat anak. Namun menurutnya, menonton tetap bukanlah cara belajar yang baik buat bayi kita.
   
Rasanya, mau tak mau kita harus kembali pada saran Academy of American Pediatrics, anak usia 0-2 tahun tidak disarankan menonton sama sekali. Ingat, tidak ada bukti yang jelas bahwa bayi mendapat manfaat dari DVD dan video, tapi ada bukti cukup bayi justru mengalami kerugian. Ini yang harus kita hindarkan. 

18 GELAR AKADEMIS DAN PROFESI

18 Gelar milik Welin Kusuma ST, SE, SSos, SH, SKom, SS, SAP, SStat, MT, MSM, MKn, RFP-I, CPBD, CPPM, CFP, AffWM, BKP, QWP. 

SERATUS SKS TIAP SEMESTER SELAMA 13 TAHUN PRIA INI RAIH 18 GELAR AKADEMIS DAN PROFESI 

Hitung sebentar gelar di belakang nama Anda? Satu, dua, atau tiga? Buat Welin Kusuma, gelarnya tidak cukup jika dihitung dengan sepuluh jari tangan. Pasalnya, dia punya 18 gelar akademis 
dan profesi. Dia butuh waktu 13 tahun untuk mengumpulkan gelar-gelar itu di berbagai kampus di Surabaya.

Welin Kusuma, 31, mengeluarkan satu per satu ijazah dari dalam tas ranselnya. Saat ditata di atas meja, tinggi tumpukan ijazah itu hampir sejengkal. Maklum, pria asal Kendari tersebut memiliki 18 gelar akademis dan profesi. Rinciannya, dia menyandang delapan gelar sarjana, tiga gelar magister, dan tujuh gelar profesi.

”Ini salinan sertifikat Muri (Museum Rekor-Dunia Indonesia) yang saya dapatkan April lalu,” tutur Welin yang ditemui di Hotel Mercure, Surabaya, kemarin (12/10). Pada penghargaan itu, tertulis nama Welin Kusuma ST, SE, SSos, SH, SKom, SS, SAP, SStat, MT, MSM, MKn, RFP-I, CPBD, CPPM, CFP, AffWM, BKP, QWP. Saking panjangnya gelar yang menyertai, nama tersebut sampai ditulis dalam tiga baris.

Welin telah mengurutkan gelar-gelar tersebut sesuai dengan periode pendidikan yang ditempuhnya mulai 1999– 2012. Setelah lulus dari SMAN 1 Kendari, dia langsung melanjutkan ke jurusan teknik industri di Ubaya pada 1999. Lima tahun kemudian, dia mendapatkan gelar sarjana teknik (ST) pada 2004.

Saat semester lima di jurusan teknik industri atau pada 2001, Welin mengambil jurusan ekonomi manajemen di STIE Urip Sumoharjo. Pada 2002 dia mengikuti perkuliahan di jurusan ilmu hukum Unair dan jurusan administrasi negara di Universitas Terbuka (UT). Seolah haus dengan dunia pendidikan, pada tahun yang sama Welin mengambil jurusan teknik informatika di Sekolah Tinggi Teknik Surabaya (STTS).

”Pada 2003 saya mengambil jurusan sastra Inggris di UK Petra,” tutur pria kelahiran Makassar itu. Dia juga menempuh pendidikan S-1 di Universitas Terbuka pada jurusan administrasi publik dan statistik.

Pendidikan magister teknik industri ditempuhnya di ITS pada 2004. Welin kemudian meraih gelar magister sains manajemen (MSM) dan magister kenotariatan (MKn) di Universitas Airlangga (Unair). Pria 31 tahun tersebut sengaja mengambil program magister di perguruan tinggi negeri untuk mendapatkan pendidikan yang lebih bermutu.

Pendidikan profesi yang pernah dia dapatkan adalah registered financial planner Indonesia (RFP-I), certified professional in brand development (CPBD), certified professional in product management (CPPM), certified financial planner (CFP), affiliate wealth manager (AffWM), bersertifikat konsultan pajak (BKP), qualified wealth planner (QWP), dan certified professional human resource (CPHR). ”Gelar profesi itu berkaitan dengan manajemen, keuangan, dan perpajakan,” urainya.

Selama menjalani pendidikan tersebut hampir tiap tahun, dia menempuh sampai seratus SKS tiap pekan. Bahkan, dia pernah menempuh 111 SKS dalam satu semester genap pada periode Februari–Agustus 2003. Saat itu Welin menempuh kuliah di lima jurusan S-1 sekaligus. Yakni, teknik industri Ubaya (9 mata kuliah/MK-24 SKS), ekonomi manajemen STIE Urip Sumoharjo (4 MK-11 SKS), administrasi negara UT (10 MK-28 SKS), teknik informatika STTS (9 MK-25 SKS), dan hukum Unair (7 MK-23 SKS).

Welin memperoleh rekor Muri yang kedua atas 111 SKS yang ditempuhnya. Penghargaan tersebut dia dapatkan pada Agustus lalu. Dia menuturkan, setiap hari dirinya mengikuti kuliah mulai pukul 07.00 dan baru selesai pada pukul 22.00. Bahkan, pada Sabtu dan Minggu dia juga mengambil kuliah. Misalnya, jurusan ilmu hukum di Unair yang dia tempuh di kelas ekstensi.

Padatnya jadwal kuliah itu membuat dia pontang-panting dari satu kampus ke kampus lain. Bahkan, dia harus pintar-pintar menyesuaikan jadwal perkuliahan pada satu jurusan agar tidak bertabrakan dengan jadwal kuliah di jurusan lain. ”Saya sediakan buku khusus untuk mencatat jadwal kuliah agar lebih cermat,” tutur pria berkacamata tersebut.

Namun, sepandai-pandainya mengatur jadwal, anak kedua di antara tiga bersaudara itu menemui jadwal yang benar-benar mepet. Saat itu, pada 2003, dia mengambil kuliah di jurusan sastra Inggris UK Petra dan teknik komputer STTS. Di UK Petra ada jam kuliah mulai pukul 13.30–15.30. Pada hari yang sama di STTS dia harus mengikuti kuliah pada pukul 15.00–18.00.

Dengan terpaksa Welin harus izin untuk keluar kelas dari perkuliahan UK Petra pada pukul 15.00. Dia pun memacu kendaraannya dari Jalan Siwalankerto untuk segera mengikuti kuliah di STTS, Jalan Ngagel Jaya Tengah. Dia baru bisa masuk ke dalam kelas itu pukul 15.35. Karena batas toleransi keterlambatan hanya 30 menit, dia tidak diperkenankan masuk ruang kuliah. ”Selama satu semester itu saya terlambat empat kali. Untung, masih batas toleransi,” tuturnya.

Lantaran kuliah di beberapa tempat yang berbeda, Welin beberapa kali bertemu dengan dosen yang sama. Dosen tersebut memang mengajar di dua kampus berbeda. ”Dosen itu jadi ingat terus sama saya,” ceritanya lantas tertawa.

Anak pasangan Onny Kusuma-Sisilia Chandra tersebut telah menuntaskan semua pendidikan yang dia tempuh. Terakhir, dia baru saja menyelesaikan kuliah di jurusan teknik informatika STTS pada 2012. Itu pendidikan paling lama yang dia tempuh, yakni sepuluh tahun. Dia menuturkan, cukup sulit lulus dari STTS karena harus bisa membuat aplikasi yang bagus dan teruji. ”Saya memang tidak mau main-main dengan tugas akhir saya. Harus bagus,” tegasnya.

Dia pernah mendapatkan surat peringatan akan dikeluarkan dari STTS karena tak segera menyelesaikan studi. Surat yang sama pada awal 2011 itu juga dia terima saat menempuh pendidikan magister sains manajemen di Unair. Namun, akhirnya Welin berhasil menyelesaikan studi di magister sains manajemen pada September 2011. Di STTS dia telah yudisium pada Februari lalu. ”Waktu dapat surat peringatan DO (drop out, Red) itu, saya sempat down. Pusing,” ucapnya.

Welin mengungkapkan, minatnya untuk menempuh aneka pendidikan tersebut didorong keinginan untuk menjadi konsultan. Cita-cita itu telah muncul sejak kecil. ”Konsultan apa? Hmmm, konsultan yang terintegrasi,” tuturnya.

Dalam bayangannya, seorang konsultan terintegrasi bisa memberikan pandangan dari banyak perspektif. Mulai hukum, ekonomi, hingga keuangan. Saat ini dia menjadi konsultan pajak lantaran punya gelar BKP.

Namun, pekerjaan resmi yang dia tekuni sekarang adalah bidang sistem informasi pada sebuah perusahaan di kawasan Rungkut Industri. Welin mengaku pernah pula bekerja di bidang properti dan perbankan. ”Dari bekerja itu pula biaya pendidikan saya tanggung sendiri,” ucapnya. Dia membiayai sendiri sebagian besar pendidikan yang dia tempuh sejak 2004.

Setelah 13 tahun menempuh pendidikan dan mendapatkan 18 gelar itu, Welin berencana menempuh pendidikan lagi. Dia ingin mengambil program doktoral. Namun, sama dengan tahapan pendidikan di tingkat sarjana dan magister, Welin tak mau main-main dengan kampus yang dipilih. ”Mau cari yang negeri atau yang bagus. Tetapi, saya masih menyesuaikan jadwal kerja,” katanya.

Sebenarnya, dia baru saja memperoleh gelar profesi CPHR (certified professional human resource). Jadi, bisa dibilang gelar Welin kini menjadi 19 buah. ”Saya ingin berbagi dengan orang lain. Mungkin semacam memberikan motivasi,” terangnya.