Translate

Jumat, 15 Februari 2013

SEKOLAH BAKAT



Sekolah Bakat - Sebuah Mimpi yang Tertunda




Setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kalo kelebihan saya sudah jelas, kelebihan berat badan dan kekurangan kepintaran. hahaha Tapi menurut pengamatan saya, sistem pendidikan kita masih belum bisa melihat hal tersebut. Kita masih terstigma dengan nilai tinggi yang berarti pintar sedangkan nilai rendah berarti bodoh. Jangan terlalu naif untuk tidak mau mengakuinya. Itu terjadi, dan betul betul terjadi. Lihat saja bagaimana sekolah berusaha keras untuk membuat anak "pintar" dalam meningkatkan nilai raport mereka dengan mencari guru terbaik, membuat program tambahan belajar, dan karena belajar dari jam 7.00 - 14.00 dirasa belum cukup, maka sekolahpun membuat jam ke-0 yang biasanya jam 6.00 atau 6.30. Dan semua itu untuk meningkatkan "prestasi" belajar siswa. 

Terlebih lagi belum banyak dari kita yang sadar kalo setiap orang punya tipe belajar masing - masing. Bagi saya sendiri, belajar di dalam kelas itu membosankan! Sehingga ketika dulu saya dikelas, saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan tidur.
Itu saja sudah membuat pihak sekolah kewalahan dan kemudian menghakimi anak yang tidak mau belajar dengan sebutan bandel, kurang ajar, tidak punya motivasi belajar, dll. yang membuat anak sebagai satu-satunya pihak yang bersalah ketika tidak mau belajar.

Belum lagi kenyataan bahwa setiap anak punya kecerdasan yang berbeda-beda, entah itu level nya atau bidangnya. Tapi sekali lagi, sekolah sepertinya belum memahami permasalahan itu sehingga anak harus mempelajari semua yang diberikan oleh sekolah tanpa melihat anak itu memang membutuhkannya atau tidak.

Tapi kan sekolah punya ekstrakulikuler untuk membantu anak mengembangkan bakat? 
Itu kan berarti sekolah cuma menganggap itu tambahan kan? Sedangkan fokus tetap pada pelajaran dikelas.

Kenapa to kita tidak coba untuk membaliknya? Artinya kita fokus untuk mengembangkan bakat dan minat anak tersebut, baru kemudian pelajaran apa yang menjadi minat mereka itu menjadi ekstrakulikuler. Kalo dia pengan menjadi atlit basket, ajarkan saja basket, dari SD hingga SMA dan saya yakin dengan pelatihan itu dia menjadi amat sangat terlatih. Kemudian beri dia pilihan untuk memilih pelajaran yang dia butuhkan atau mau sebagai ekstrakulikuler dengan tetap kita bimbing. Kita jelaskan apa manfaat dari belajar pelajaran tertentu itu dan dia yang memutuskan untuk mau mengambilnya atau tidak.

Kesalahan selama ini kita disuruh belajar berbagai mata pelajaran disekolah tanpa kita tahu kenapa kita mempelajarinya. Kita pelajari kimia tanpa kita tau buat apa kita mengerti perhitungan campuran larutan atau apalah itu padahal kenyataannya kita ingin menjadi seorang computer engineer.

Itulah mimpi saya, untuk membuat sekolah yang fokus pada bakat yang tertanam di setiap anak. Sekolah yang bisa membedakan mana "nasi" mana "lauk". Selama ini sekolah kita menganggap nasi adalah pelajaran yang mereka punya dan lauk adalah ekstrakulikuler itu adalah lauk - atau bahkan camilan?. Tapi saya ingin mereka yang memilih, mana yang mau dijadikan "nasi" mana yang "lauk" dan mana yang "camilan".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar