Translate

Minggu, 25 November 2012

10 KESALAHAN ORTU DLM MENDIDIK ANAK ANAK


10 Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak (Efek Negatif Pola Asuh Yang Salah Dari Ortu)

 10 Kesalahan Orang Tua  dalam  Mendidik  Anak

fathers.com
Orang tua biasanya merasa diri selalu  benar. Sehingga karena perasaan tersebut, orang tua menjadi tidak menyadari kalau diri mereka sering berbuat salah. Nah… Sekedar buat  introspeksi diri, mari kita mencoba memeriksa batin kita, apa saja kesalahan yang biasa dilakukan oleh orang tua kepada anak, dan kadang tidak kita sadari.

1.Memposisikan anak sebagai miniature orang  dewasa
Tidak mudah memang untuk memahami dunia anak-anak. Kadang kita terlalu  PD untuk memberikan suatu pekerjaan atau kewajiban kepada anak yang tidak sesuai  dengan porsi anak-anak. Misalnya adalah pada  saat  kita memaksa anak untuk bisa membaca atau menulis. Bagi orang  dewasa, menulis dan membaca itu memang mudah, karena tidak banyak mengeluarkan energy. Namun bagi anak-anak, tentu saja kegiatan mebaca atau menulis adalah kegiatan yang melelahkan dan membosankan. Bila buah hati kita  memang belum bisa atau belum cukup mampu  untuk menulis atau membaca, sebaiknya kita jangan memaksa mereka. Alangkah lebih baik kegiatan tersebut kita ganti dengan kegiatan yang  menyenangkan namun mendidik.

2. Membentak atau  memarahi tanpa member alasan / motifnya.
Yang namanya anak-anak pasti biasalah berbuat  salah. Mereka kan masih butuh banyak belajar dari pengalaman hidup sehari – hari. Sehingga kalau mereka berbuat  salah, alangkah lebih bijak bagi kita untuk memakluminya. Namun kadang kita sering  lupa, karena kalau yang namanya emosi  sudah di ubun-ubun, pasti sangat sulit dari yang namanya marah, dan bahkan kadang sambil membentak, dan mudah-mudahan tidak sampai  main tangan. Apakah   menurut  anda marah kepada anak adalah sesuatu yang  efektif dalam mendidik anak? Jawabannya adalah TIDAK. Karena sebenarnya yang  mereka butuhkan bukanlah perasaan takut , segan, atau perasaan bersalah saja. Yang mereka  butuhkan adalah nasihat yang berguna agar mereka tidak mengulangi  kesalahan yang sama dan bisa menjadi  pribadi yang lebih baik. Jadi kalau buah  hati  kita berbuat salah, alangkah lebih baik bagi kita untuk memberikan pengertian kepada mereka dengan baik, dan dengan penuh  kasih sayang. Dan apabila kita terlanjur membentak (karena sudah tidak tahan), maka langkah  selanjutnya adalah pendekatan kembali kepada anak. Kita berikan mereka alasan kita marah, dan menasihati  mereka.

3. Menganggap anak adalah penerus cita-cita   orang tua.
Mungkin karena terlalu terobsesi  dengan cita-cita  yang belum tercapai,  banyak orang tua yang  menempatkan anak sebagai generasi  penerus cita-cita mereka. Sebagai contohnya adalah  seorang  ayah yang memiliki gelar professor, doctor, MA, MM, MT, BA, dia menuntut  anaknya agar memiliki gelar yang  lebih  banyak lagi. Orang tua seperti ini biasanya merasa dirinya  sayang pada anaknya. Karena dia ingin anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik dari dirinya sendiri. Namun bila kita telaah  lebih jauh, model orang tua seperti ini biasanya lebih sayang pada dirinya sendiri, karena mereka kadang tidak merasa betapa anaknya merasa tersiksa saat anaknya berusaha untuk memenuhi  keinginan orang tuanya. Rasa gengsi  yang  tertanam di dalam hati sang ayah, membuat  sang  ayah  merasa malu  malu  bila anaknya tidak  bisa menjadi lebih dari dirinya dan menjadi orang yang biasa-biasa saja. Kalau anaknya memang  menyukai dan bisa menikmati  jalan hidup yang disediakan orang tuanya sih tidak apa-apa,  yang berbahaya biasanya  bila sang buah hati tidak “sreg” dengan bidang atau jalan yang dipilihkan oleh orang tuanya.

4. Tidak pandai  menemukan bakat dan minat anak
Banya orang tua, yang mungkin karena kesibukan mereka, tidak sempet mengenal buah hatinya  dari segi bakat dan minta mereka. Mereka biasanya  lebih menilai  prestasi  anak dari  nilai  raport anak-anaknya. Kalau nilai  raportnya baik, maka orang tua akan merasa bangga. Kalau  nilai  rapornya kurang baik, maka mereka akan kebakarang  jenggot. Padahal  disamping dilihat dari  nilai raport, setiap anak memiliki kemampuan yang unik, yang biasa disebut  dengan bakat. Padahal, semakin dini bakat itu  diasah, maka bakat  tersebut  akan menjadi  semakin mudah bertumbuh dan akan semakin berguna kelak pada saat mereka dewasa.

5. Membanding-bandingkan dengan saudara kandungnya.
Memiliki teladan yang baik tentu bukanlah hal  yang buruk. Apalagi bila sumber teladan tersebut adalah saudaranya  kandungnya sendiri. Yang menjadi masalah adalah pada saat kita menganakemaskan salah satu dari mereka. Tentu saja ini akan membawa pengaruh yang tidak baik, terutama pada pihak yang merasa dipandang lebih rendah. Walupun mungkin sang adik lebih cerdas dari kakaknya, jangan sampai kita memperlakukan sang adik menjadi terlalu istimewa dibandingkan dengan sang kakak. Sifat iri yang tumbuh di dalam hati sang kakak, bisa menjadi sebuah dendam yang berlarut dan bisa memicu pertengkaran diantara mereka kelak. So.. meski sang adik lebih cerdas dari sang kakak, alangkah lebih bijaksanya bagi kita untuk tetap memperlakukan mereka secara adil. Bila mereka bertengkar, kita harus bisa menjadi pembawa damai dan menemukan pihak yang bersalah secara adil. Jangan sampai  karena dia adalah anak emas, maka dalam berbagai hal dia harus mendapat segala yang baik.

6. Komunikasi yang kurang berjalan baik
Kesibukan orang tua juga biasa menjadi alasan dalam hal ini. Karena sibuk kerja untuk menimbun nafkah, maka orang tua menjadi  melupakan betapa pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak.  Pada intinya, komunikasi  yang baik akan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang biasa ada antara anak dan orang tua. Dan tentu saja hal ini juga untuk mengatasi  masalah kecil berkembang menjadi masalah yang besar.

7. Terlalu memanjakan
Saking sayangnya pada anak, kadang orang tua jatuh pada dosa “terlalu memanjakan anak”.  Dosa ini bisa membawa akibat yang tidak baik bagi buah  hatinya. Misalnya kedewasaan anak menjadi sulit  berkembang, mental anak menjadi  mudah nge-drop, sulit mandiri, mudah bergantung pada orang lain, dan masih banyak hal yang lain. Contoh yang lain lagi adalah pada saat   ada orang  tua yang  karena terlalu  sayangnya pada  anak selalu  membela anaknya. Sehingga pada saat anaknya ada masalah  pada anak  yang lain, dia akan membela buah hatinya secara habis-habisan,  tanpa bersikap  bijaksana dan tanpa peduli  apakah anaknya bersalah atau tidak. Bahaya banget  neh  yang sampai kaya  gini,

8. Terlalu banyak  larangan.
Saya memiliki teman seorang bunda. Pada waktu itu saya  melihat  anaknya sedang  bermain pasir  yang akan digunakan untuk membangun rumah tetangga  sebelah. Lalu  saya bertanya pada  beliau,”Bu… Kenapa  anda membiarkan Dinda bermain pasir?”  Dengan tenang bunda itu menjawab sambil  tertawa,”Yah… Siapa tahu dia berbakat  menjadi seorang  insinyur pertambangan.”  Yups…  Itulah  salah salah satu contoh sikap bijak dari  seorang bunda kepada anaknya.  Dia tidak  mau  bakat anaknya sulit berkembang karena larangan. Bermain pasir  memang bisa menimbulkan penyakit,  itu  bisa  terjadi bila sang anak tidak cuci  tangan sebelum makan.  Jadi  kalau  sang anak mau mencuci tangan  dan kaki, atau bahkan mandi,  terutama sebelum mereka makan, apa salahnya?

9. Tidak memahami fase perkembangan pribadi anak
Pola didik  anak tentu saja  akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan usia  anak. Sebagai orang tua  kita harus memahami  hal ini. Misalnya, kapan anak-anak boleh mengenal facebook, bila anak-anak sudah menggunakannya, kita harus tahu kapan dan sampai  kapan kita harus mendampingi mereka. Atau  kapan kita membantu anak-anak dalam hal pendidikan di sekolah, dan kapan kita harus bisa melepaskannya agar bisa mandiri. Perkembangan kepribadian tiap  anak memang berbeda-beda.  Yang pasti anda harus   tahu kapan HARUS menjadi PENGENAL, PENDAMPING, PEMBIMBING, dan PENGAMAT. Pengenal adalah pada saat  anda mengenalkan pada hal-hal yang baru. Pendamping adalah  saat dimana anda harus mendampingi mereka agar bisa meneladani  kita. Pembimbing adalah saat dimana kita akan lebih banyak membimbing mereka dengan lebih banyak member nasihat daripada menemani  mereka.  Dan pengamat adalah saat  dimana kita cukup  melihat  perkembangan mereka dan memberi masukan saat berbuat  salah. Yang  pasti jangan sampai kita terlalu  cuek atau terlalu  mem-protek mereka.

10. Bertengkar di depan anak-anak
Ini dia yang sering tidak kita sadari. Bertengkar itu biasa di dalam sebuah kehidupan rumah tangga. Namun berusahalah untuk tidak bertengkar di depan anak-anak. Karena pada saat kita emosi, biasanya akan keluar kata-kata yang belum pantas sidengar anak-anak. Dan dengan bertengkar di depan anak-anak, kita juga mengajarkan anak-anak untuk selalu menyelesaikan masalah dengan cara panas lho...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar