Translate

Senin, 23 Juli 2012

Gali Potensi lewat analisa sidik jari - Berita dari Kompas


Gali Potensi lewat Analisa Sidik Jari

shutterstock

Kompas.com - 
Keinginan orangtua mencetak anak-anaknya menjadi bibit unggul semakin besar. Pertanyaan seputar cara memaksimalkan potensi anak-anak mereka atau tentang bagaimana cara melihat kecerdasan sejati serta bakat anaknya sedini mungkin kerap menghantui pikiran orangtua masa kini.
Kecerdasan sebenarnya merupakan konsep yang sangat rumit. Ada beberapa jenis kecerdasan, misalnya kecerdasan sosial, natural, musikal atau kecerdasan berbahasa yang tidak terukur oleh tes IQ saat ini.
Beberapa dekade terakhir ini para ahli psikologi terus menyempurnakan tes untuk menganalisa kecerdasan dan kepribadian (psikometri). Contohnya adalah tes bakat minat, tes kepribadian, grafologi, tes gambar, dan sebagainya.
Menurut psikolog Efnie Indrianie, setiap tes tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. "Misalnya saja psikotes yang memakan waktu lama. Untuk anak yang punya masalah konsentrasi hasil tesnya bisa tidak optimal," paparnya dalam acara media edukasi mengenai Analisa Sidik Jari yang diadakan oleh Frisian Flag di Jakarta beberapa waktu lalu.
Saat ini sudah tersedia tes untuk mengukur potensi anak, yang menggunakan metode pencitraan sidik jari untuk menganalisis bakat dan kecerdasaan seseorang yang disebut fingerprint analysis.
Pada tahun 1965, para ahli sudah mengetahui bahwa pola sidik jari manusia sudah terbentuk sejak usia 13 minggu dalam kandungan. Pola guratan-guratan kulit pada sidik jari, dikenal sebagai garis epidermal, ternyata memiliki korelasi dengan sistem hormon pertumbuhan sel pada otak.
Teori-teori mengenai struktur otak yang diungkap para ahli beberapa dekade kemudian telah memberikan informasi yang dapat menjadikan interpretasi karakter dan potensi bakat seseorang secara genetis. sidik jari bersifat permanen, unik, dan tidak akan pernah sama.
Ditambahkan oleh Efnie, analisis sidik jari bersifat objektif tanpa dipengaruhi unsur kondisi fisik atau psikologis. "Hasilnya tidak berubah bila saat dites seorang anak sedang senang atau sedih," katanya.
Kendati demikian, analisa sidik jari ini tidak sama dengan psikotes atau alat ukur lainnya, fungsinya adalah sebagai pendukung. "Lebih baik bila digunakan secara bersamaan dengan tes lain sehingga akan diperoleh data yang akurat," kata Efnie.
Diharapkan dengan mengetahui bakat, karakter, juga gaya belajar anak, orangtua akan lebih mudah memberikan stimulasi dan pengarahan yang tepat untuk mengoptimalkan kecerdasan anak.
Stimulasi yang menentukan Dr.Dwi Putro Widodo, Sp.A (K), ahli neurologi anak dari RS.Cipto Mangunkusomo memaparkan, faktor genetik memang berpengaruh pada kecerdasan seseorang. Potensi bawaan anak ini dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan stimulasi yang diberikan oleh lingkungan.
"Periode 0-3 tahun adalah periode dimana otak berkembang sangat pesat. Ini hanya terjadi sekali dalam seumur hidup manusia, karena itu anak perlu mendapat nutrisi dan stimulasi yang optimal," katanya.
Setelah anak berusia 2 tahun, yang akan berkembang adalah jaringan otaknya. "Stimulasi terus menerus akan membuat jaringan makin tebal. Makin pandai seorang anak, sel saraf semakin banyak dan jaringannya makin tebal," papar dr.Dwi.
Kaitannya dengan pemanfaatan hasil analisa sidik jari adalah untuk mendapatkan data atau referensi perihal bakat yang akan membentuk kecerdasan. Dengan demikian orangtua bisa mencari pendekatan dan pengarahan yang paling efektif untuk mengoptimalkan kecerdasan anak sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang cerdas dan mandiri tanpa kehilangan keunikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar