Translate

Selasa, 17 Juli 2012

Setiap anak unik dan istimewa


Setiap Anak Unik dan Istimewa


“Anak adalah milik pusaka dan upah dalam sebuah pernikahan”. Karena itu, bukankah anak seharusnya menjadi sumber sukacita dan kepuasan hidup orangtua? Namun, mengapa masih begitu banyak orangtua mengeluh tentang anak-anak dan menganggap mereka beban?
Umumnya para orangtua yang menjadi klien kami menganggap anak adalah sumber kesulitan mereka. Anaknya terlalu aktif, orangtua mengeluh. Kalau anak pasif dan diam saja, jadi masalah juga. Bahkan anak yang sangat cerdas terasa menyulitkan karena banyak bertanya. Padahal orangtualah yang kesulitan menjawab anak-anak mereka. Orangtua yang tidak punya waktu untuk memahami anaknya. Kadang semua ini membuat kita dongkol dan marah kepada anak-anak. Sesungguhnya, jika kita tahu bersikap dan punya ketrampilan memadai untuk mengasuh anak, maka kesulitan apapun menjadi tidak berarti dalam mengasuh anak. Seperti dalam uraian buku kami Tidak Ada Anak yang Sulit.
Setiap anak unik dan istimewa. Karena itu orangtua membutuhkan sikap dan respons yang berbeda pula kepada setiap anak. Ada tiga sikap utama menghadapi keunikan anak: pertama, kita perlu mengenal anak dengan detil; memperhatikan dengan seksama proses pertumbuhan mereka sejak bayi, bahkan sejak dalam kandungan. Apakah ada situasi atau peristiwa yang ikut mempengaruhi emosi dan karakter anak. Situasi dan atmosfer kehidupan orangtualah yang kemudian membuat anak pertama beda dengan anak kedua dan seterusnya. Kedua, cobalah mengenali dengan baik kekuatan atau kelemahan anak, kemudian menerimanya apa adanya. Ketiga, pusatkanlah perhatian pada kelebihan, bukan pada kekurangan anak.
Perlu SabarUntuk menghadapi anak-anak yang unik dan berbeda dibutuhkan kesabaran. Sikap ini mengandung pengertian: tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tabah, bersikap tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu, berperasaan (pikiran, hati) tenang, tidak mudah putus asa, marah, jengkel … dalam keadaan apa pun.
Sikap anak yang tidak sesuai dengan keinginan orangtua seringkali menjadi alat uji kesabaran kita. Jika kita masih mudah terpancing amarah, maka masalah bukan terletak pada si anak tetapi pada sang ayah atau ibu yang kurang sabar. Salah satu sikap sabar yang dibutuhkan dari orangtua adalah sabar menunggu perubahan anak. Untuk ini memahami psikologi perkembangan anak adalah mutlak. Sebagai manusia kita cenderung tidak sabar, dan berusaha mengubah orang lain, secepat mungkin. Namun dengan mengerti bahwa setiap anak berkembang secara natural, maka kita akan sabar menunggu si anak berubah dari hari ke sehari. Bukankah buah jika dipaksa matang sebelum waktunya menjadi buah karbitan yang rendah mutunya?
Doa Orangtua
“Tuhan, ubahlah aku, supaya melalui perubahanku anakku berubah.” Sebagai orangtua kita seringkali berdoa dan berharap Tuhan mengubah anak kita sehingga perilakunya menyenangkan hati dan membanggakan kita. Namun dalam kerinduan melihat anak berubah, yang penting bukanlah hasilnya tetapi prosesnya. Sabar menunggu perubahan pada anak adalah sebuah proses yang panjang dan tak mudah.
Ini hanyalah contoh mengenai Heri (nama samaran) seorang anak kelas empat di sebuah sekolah. Secara fisik ia biasa-biasa saja. Tubuhnya senormal anak-anak usia 10 tahun. Prestasi belajarnya sedang, nilainya rata-rata 7. Tetapi karena ulahnya, orangtua Heri sudah berulang kali berurusan dengan sekolah. Heri pernah ketahuan mengambil barang teman, seperti uang dan kalkulator. Ketika mengerjakan tugas bersama teman pun, ia membawa pulang mainan robot dari rumah temannya. Perbuatan ini akhirnya diakui oleh Heri karena orangtuanya memaksanya mengembalikan barang yang bukan miliknya.
Suatu hari orangtua Heri terpaksa berurusan dengan konselor sekolah karena Heri bersama seorang temannya membawa lari motor penjaga sekolah. Kedua anak ini mengalami kecelakaan sekitar empat kilometer dari kompleks sekolah. Identitas keduanya ketahuan dari seragam yang digunakan. Untunglah polisi yang menangani soal ini cukup bijak sehingga Heri dan rekannya tidak ditahan. Tetapi ini sudah dianggap keterlaluan. Pihak sekolah mendisiplin Heri dengan skorsing selama dua minggu. Selain itu, Heri dan orangtuanya diwajibkan bertemu konselor sekolah selama beberapa waktu.
Jika Anda adalah orangtua Heri, apa yang akan Anda lakukan? Biasanya kita berusaha menasihati, mengkhotbahi anak kita berulang-ulang. Namun dalam situasi seperti ini, kitalah para orangtua yang perlu berubah. Kita ditantang lebih sabar, belajar memahami mengapa Heri berulang kali melakukan kesalahan yang sama. Orangtua yang harus sabar dan jeli membangun kecerdasan emosi Heri, agar Heri punya empati dan kecerdasan sosial yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, doa orangtua Heri perlu berubah menjadi, “Tuhan ubahlah saya, agar melalui perubahan saya, anakku berubah.”
Kesabaran, cinta dan pengorbanan emosi orangtua untuk Heri akan menuai perubahan sikap dalam diri anaknya. Heri berubah bukan karena nasihat dan doa orangtuanya semata, tapi karena Heri melihat perubahan orangtuanya. Papa-mamanya tetap mencintainya walau ia melakukan hal tidak terpuji.
Berkomunikasi Dengan Remaja
Satu lagi bentuk kesabaran yang penting dimiliki orangtua adalah sabar menunggu waktu yang baik untuk menyampaikan nasihat pada anak. Khusus untuk berbicara dengan remaja, orangtua membutuhkan sekali “kesempatan baik”. Anak remaja kadang moody; jadi perlu siatuasi yang mendukung untuk menyatakan isi hati kita kepadanya.
Kalau Anda ingin memberikan nasihat atau menyampaikan ide yang mungkin kurang populer buat anak, carilah waktu yang baik, ajak ia makan atau jalan-jalan. Remaja kita lebih mudah diajak diskusi atau negosiasi jika atmosfernya mendukung untuk itu. Cara tepat adalah berdialog dengan kalimat dan intonasi yang menyiratkan perasaan maklum dan kesabaran tinggi. Bila kita langsung “memborbardir” anak dengan nasihat, ia akan cenderung mundur teratur dan segera menutup kupingnya dari nasihat kita. Akhirnya kita kehilangan momentum berbicara dengan anak.
Anak adalah milik pusaka titipan-Nya. Mari kita terus belajar mengasuh anak dengan cara yang Tuhan mau, yakni dengan cinta dan kesabaran. Mari kita tingkatkan ketrampilan komunikasi dengan mereka. Mari kita perkaya seni berkomunikasi dengan anak seiring dengan makin besarnya anak-anak kita, sambil mengingat setiap anak itu unik dan istimewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar