Translate

Jumat, 13 Juli 2012

Release from Founder part I


Release dari PSYCHOBIOMETRIC RESEARCH Andrian Benny H, Praktisi FPA
MEMAHAMI SECARA LOGIS KEHADIRAN FINGERPRINT ANALISYS

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Sehubungan dengan masih banyaknya miskonsepsi mengenai metode fingerprint analysis di
masyarakat, dimana telah memunculkan berbagai komentar dari beberapa pihak secara
kontroversial, maka merupakan suatu kewajiban dari pihak-pihak yang secara kebetulan telah menggeluti bidang ini untuk menyampaikan permasalahan fingerpint analysis ini secara lebih terbuka. Pada dasarnya, ketidak mengertian mengenai obyek bahasan tertentu bisa melahirkan beberapa kemungkinan respon publik, diantaranya adalah kesalahpahaman yang mengakibatkan prasangka yang berlebihan dan menyudutkan. 

Sehingga, dalam hal ini akan sulit dibedakan mana respon kritis yang membangun, dan mana respon kritis yang hanya bertujuan sensasional belaka.
Perlu juga diingatkan, bahwa di dunia ini terdapat berbagai sudut pandang dan aliran berfikir yang berbeda-beda. Pasca kelahiran abad renaisance, dimana telah terjadi euphoria kebebasan berfikir yang men-Tuhankan rasional logika, serta kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang bebas nilai dan telah munculnya kalangan yang menamakan dirinya “The Skeptical Society”. 

Maka pembuktian ilmiah adalah segala-galanya. Oleh sebab itu, telah dikembangkan metodologi yang sangat ketat bagaimana sesuatu dikatakan diterima secara ilmiah berdasarkan versi mereka para ilmuwan tertentu yang mengembangkan metodologi lebih mengandalkan nalar semata. Dan hal tersebut adalah sangat baik dalam rangka menjaga bagaimana kita bisa tetap berfikiran kritis, sehat dan senantiasa tidak terjebak atas penyimpangan hal-hal yang diluar pemikiran manusia (pseudoscience).

Namun, sekalipun manusia memiliki potensi yang luar biasa, tidak berarti lahir tanpa keterbatasan.
Ketika kita menemukan sesuatu hal yang belum bisa dipahami secara keseluruhan, marilah kita pahami dari aspek-aspek termudah, dan yang terpenting adalah bagaimana sesuatu bisa memberikan inspirasi positif terhadap kehidupan kita. Sudah lama kalangan “The Skeptical Society” tidak mempercayai Tuhan, kejadian alam semesta dan kebenaran kitab suci. Namun telah terjadi kompromi, bahwa agama adalah sesuatu yang tidak boleh dimasuki dalam ranah pemikiran rasional logika. Bagaimanakah dengan hal-hal lain selain urusan agama?

Perdebatan pro dan kontra fingerprint analysis masih terus berlangsung, dan kemungkinan akan terus berlangsung lebih lama lagi. Hal ini disebabkan masalah pembuktian ilmiah yang tidak pernah memuaskan. Agak sulit menerangkan listrik itu apa, bagaimana bentuknya dan sebagainya. Namun kita akan dengan cepat belajar apa itu listrik ketika kita kesetrum. Sampai saat ini, keberadaan tentang MIND (otak) masih abstrak, tapi semua orang menyadari bahwa hal itu memang ada dalam
diri kita.

Makalah ini, berjudul “Memahami secara LOGIS kehadiran Fingeprint Analysis.” 


Dimaksudkan untuk sekedar menjadi acuan para pihak secara step by step bagaimanakah Fingerprint Analysis itu bisa dipahami dari pendekatan logika. Jika yang dicari adalah bukti ilmiah otentik mengenai fingeprint analysis agar anda para kaum skeptis bisa menerima ini, maka tulisan dibawah ini akan sangat kurang memadai. Namun apabila kita masih mau open-mind terhadap permasalahan fingerprint analysis ini, mudah-mudahan secuil tulisan ini bisa membantu kita untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dalam rangka menyibak fenomena yang luar biasa tentang fingerprint ini.

Secara pribadi, saya sangat suka dengan tanggapan Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja (Guru Besar Emeritus Psikologi Universitas Padjajaran) terhadap fenomena fingerprint analysis ini. Tanggapan yang objektif namun sangat bersahaja dan bijaksana, sekaligus menyemangati kita semua untuk terus berkarya:
“Dengan demikian, terhadap banyaknya praktisi Analisa Jejak Sidik Jari, saya bersikap
skeptis ala Rusia, bahwa ‘Saya percaya, tetapi sebelum digunakan, mari buktikan dulu
secara ilmiah (dalam eksperimen)’. Saya tidak suka menggunakan skeptis Inggris yang
menjadi ciri berfikir ilmiah Barat berupa pernyataan, ‘Saya tidak percaya, sebelum kau membuktikannya’. Ilmu pengetahuan haruslah kreatif agar berkembang secara terus menerus sehingga pelakunya harus mendapatkan keleluasaan mengembangkan hasil
pemikirannya ...”


PEMAHAMAN DASAR LATAR BELAKANG KEHADIRAN FINGERPRINT ANALYSIS

Untuk bisa memahami fingerprint analysis, maka tidak bisa terlepas hubungannya dengan latar belakang tahapan-demi tahapan bagaimana kronologis beserta keterkaitan logisnya hingga muncul fingerprint analysis ini.
Fingerprint Analysis sebagai tools untuk mengetahui kepribadian dan kecerdasan seseorang memang termasuk terobosan/inovasi baru. Beberapa ilmuwan khususnya dari dunia timur seolah lebih antusias melakukan riset penelitian hubungan antara sidik jari dengan kepribadian dan kecerdasan ini. Para ilmuwan yang telah melakukan riset mengenai hal ini diantaranya adalah:
-Zaiguijun, Report on Study of Multivariat Intelligence, China.I Started to study the
correlation of dermatoglyph (fingerprints and palm patterns) and human intelligence since 1988. Through 19-year continous efforts, I have established a preliminary systematic in 1988. Through 19-year continous efforts, I have established a preeliminary systematic methode for intelligence measurement through Dermatoglyphic identification. I have succesfully made study, measurement and sampling of over 40 thousand people in 25 regions of China, and gradually improved the practice and theory of Multivariate Intelligence Measurement through Dermatoglyphic Identification passed the Science and Technology Achievement Appraisal (YKYCZ9212) by Henan Academy of Science on Oct 4, 1992, and also passed the demonstration jointly presided by the Genetics Society of China, the Working Comittee for Popular Science Activities under China Psychological Society. Website www.zaiguijun.bokee.com.



-Dr. Mary Lai, Mind Measurement Education Association, Taipei, Taiwan, will return. She now has English translations of her work and both English and Chinese software for those who seek to collaborate in her palmar and plantar dermatoglyphic educational evaluation and human resource analysis. She, along with Wang Chenxia and another noted below, recently presented their work at the Sixteenth International Union of Anthropologists and Ethnologists Societies World Congress at the invitation of the IUAES and the Chinese Union of Anthropological and Ethnological Sciences,
lectured at the7th Conference of the Chinese Dermatoglyphics Association (a section of the IUAES) at Yunnan University in Kunming China. She has been working on her programs of child assessments for over a quarter of a century and collected prints of thousands of children she and her staff and students have evaluated in her research and counseling services. Web sitewww.mme.com.tw . Dean Lai has developed software to work with hardware scanning the palms and souls of the subjects for
consistent and reliable evaluations.


Juga terdapat beberapa jurnal penelitian:

1. Association between Finger Patterns of Digit II and Intelligence Quotient Level in Adolescents. Mostaf Najafi, MD, (2009), Department of Psychiatry, Shahrekord University of Medical Sciences, Shahrekord, IR Iran. Link:
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/14053.pdf

2. Quantitative Dermatoglyphic Analysis in Persons with Superior Intelligence. M. Cezarik, dkk, 1996; link: http://www.collantropol.hr/_doc/Coll.%20Antropol.%2020%20%281996%29%202:%20413-418.pdf

3. Application and Development of Palmprint Research, Yunyu Zhou, dkk, (2001), link:
http://ai.pku.edu.cn/aiwebsite/research.files/collected%20papers%20-
%20palmprint/Application%20and%20development%20of%20palm%20print%20research.pdf

4. Analysis of dermatoglyphic signs for definition psychic functional state of human's organism, Anatoly Bikh,dkk; link:
http://www.foibg.com/ibs_isc/ibs-07/IBS-07-p06.pdf

5. Determining The Association Between Dermatoglyphics And Schizophrenia By Using Fingerprint Asymmetry Measures; Jen-Feng Wang, dkk; link:
http://www.eng.mu.edu/nagurka Wang_Determining%20the%20Association_IJPRAI2203_P601.pdf

6. Quantifying the Dermatoglyphic Growth Patterns in Children through Adolescence; J.K. Schneider, Ph.D.; link: http://www.ncjrs.gov/pdffiles1/nij/grants/232746.pdf


Kalangan ilmuwan barat bukan berarti tidak tertarik untuk melakukan riset mengenai sidik jari, namun para ilmuwan barat lebih bersikap hati-hati dalam melakukannya. Penelitian dilakukan secara parsial sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Mengenai perkembangan riset dermatoglyphic:
“Progress in dermatoglyphic research based on proceedings of an International Conference on Dermatoglyphics, Athens, Greece,September 20-23, 1981” editor, Christos S. Bartsocas.
Francis Galton (1822-1911), the cousin of Sir Charles Darwin, was a scientist with a wide range of interests covering anthropology, geology, biology, heredity and eugenics, publishing some 240 written works, including some fifteen books. He conducted extensive research into the significance of skin ridge patterns not only to demonstrate their permanence and consequently their use as a means of identification, but also to demonstrate the hereditary significance of fingerprints and to show the biological variations of different fingerprint patterns amongst different racial groups. He collected vast numbers of fingerprints from all types of people, noting the variations of pattern types amongst different races and established the relative frequency with which each pattern type occurred amongst different peoples. His classification of fingerprint patterns was considerably more simple than that proposed by Purkinje, delineating only three main types of pattern. He identified the triradius as being the significant indicator of a fingerprint pattern type and hence based his classification on the number of triradii to be found within each pattern.

Istilah Dermatoglyphic sebagai sebutan baru untuk ilmu yang mempelajari mengenai sidik jari ini (disamping ada istilah lain yakni Dactyloscopy) justu dikemukakan pertama kali oleh ilmuwan barat yakni Dr. Harold Cummins dalam bukunya “Fingerprints Palm and Soles”.
Ketertarikan para ilmuwan terhadap fenomena sidik jari ini dikarenakan:
�� Ditemukan sidik jari bersifat spesifik individual, tidak ada sidik jari yang sama diantara manusia di dunia ini. Kemungkinan sama adalah 1:60 milyar;
�� Sidik jari bersifat permanen, tidak pernah berubah sepanjang hayat;
�� Sidik jari memiliki susunan dan pola yang dapat diklasifikasikan, artinya bentuknya walaupun tidak ada yang sama tetapi tetap memiliki pola-pola yang bisa diklasifikasikan, dan tidak acak.

Fakta-fakta mengenai sidik jari ini melatarbelakangi penelitian para ilmuwan yang tujuannya adalah untuk “Mengetahui ada makna apa dibalik Sidik Jari ?” dan “Apa yang bisa dimanfaatkan dari pemaknaan sidik jari tersebut?”
Pada awalnya, karena sidik jari bersifat unik, spesifik dan individual, maka kalangan forensik menitikberatkan penggunaannya untuk keperluan verifikasi dan identifikasi. Penggunaan data sidik jari untuk keperluan verifikasi dan identifikasi cukup akurat dan terbilang sukses karena hingga saat ini sidik jari masih digunakan banyak pihak untuk keperluan verifikasi (password, id passport, absensi
dll) dan juga untuk keperluan identifikasi forensik (pelaku kriminal) oleh pihak kepolisian.

Penelitian dan pengembangan riset kalangan biometrik dan identifikasi forensik ini lebih menekankan bagaimana menerapkan sistem pengklasifikasian yang paling akurat untuk sidikjari seseorang. Sistem pengklasifikasian yang kini dipakai luas adalah, dikenal dengan nama pengklasifikasian sistem henry. Seiring dengan perkembangan teknologi dan komputer sistem biometrik, maka kini telah dikembangkan sistem aplikasi sofware model AFIS, yang cukup canggih sehingga pengklasifikasian bisa berlangsung cepat dan lebih akurat.

Namun, tidak hanya kalangan biometrik saja yang terus melakukan riset dan pengembangan dalam tujuan sistem pengklasifikasian sidik jari ini. Ilmuwan kalangan kedokteran, juga tertarik melakukan penelitian hubungan sidik jari dengan penyakit (khususnya penyakit genetis), diantaranya adalah:
- From the mid 1930's onwards, the hand was coming to be recognised as an important diagnostic aid in the diagnosis of congenital syndromes such as mongolism. LS Penrose had studied the hands of people with Down's Syndrome and other conditions of congenital mental defect for many years and had discovered that the hand revealed particular malformations peculiar to these conditions. In 1931, he penned an article for The Lancet correlating the absence of the medial digital crease on the little finger with congenital mental retardation, research that proved to be but the start of a long and detailed investigation into the relevance of the hand in the clinical diagnosis of congenital conditions.
However, the main breakthrough in establishing the significance of the dermatoglyphic analysis of the hand came with the publication of the results of the research of Harold Cummins and Charles Midlo in their seminal work 'Fingerprints Palms and Soles' in 1943.
Unusual dermatoglyphic patterns often relate to genetic disorders] One study of fetuses with chromosomal abnormalities showed that the dermatoglyphic patterns were delayed by more than two weeks
�� Trisomy 21 (Down syndrome): People with Down syndrome have mainly ulnar loops, and a significantly different angle between the triradia a, t and d (the 'adt angle'). Other differences often include a single transverse palmar crease ("Simian line") (in 50%), and patterns in the hypothenar and interdigital areas, lower ridge counts along digital midlines, especially in little fingers, which corresponds to finger shortening in those with Down's syndromeThere is less variation in dermatoglyphic patterns between people with Down syndrome than between controls,and dermatoglyphic patterns can be used to determine correlations with congenital heart defects in individuals with Down syndrome by examining the left hand digit ridge count minus the right hand digit ridge count, and the number of ridges on the fifth digit of the left hand.
�� Turner syndrome: Predominance of whorls, although the pattern frequency depends on the particular chromosomal abnormality.
�� 47, XXY (Klinefelter's syndrome): Excess of arches on digit 1, more frequent ulnar loops on digit 2, overall fewer whorls, lower ridge counts for loops and whorls as compared with controls, and significant reduction of the total finger ridge count 
�� Trisomy 13 (Patau syndrome): Excess of arches on fingertips and single transverse palmar creases in 60%.
�� Trisomy 18 (Edward's syndrome) 6 - 10 arches on fingertips and single transverse palmar creases in 30%.
�� Inborn blindness: Initial data points to abnormal triradius and excess of arches on fingertips Cri du chat (5p-): Excess of arches on fingertips and single transverse palmar creases in 90%.
�� Noonan syndrome: Increased frequency of whorls on fingertips, and the axial triradius t, as in Turner syndrome, is more often in position t' or t" than in controls. Increased incidence of single transverse palmar creases.
�� Astigmatism relation:
Kalangan ahli biologi genetika, menemukan fakta baru mengenai asal muasal pembentukan pola guratan sidik jari yakni:
-Dermatoglyphics is a part of the biology, containing genetics and anatomy. Prints include loops and whorls on a finger, a palm and a foot that form and grow from a germinal layer starting from 13 to 19 weeks ini an embryo periode. The fingerprint patterns are controlled by chromosomes, and geneticists have studied and proven that permutation of the prints is inherited. The number of ridge on a fingerprint is decided by genes, which do not have dominant effect, rather than enviromental
influence. (sumber:wikipedia)

Dengan demikian, adalah hal yang sangat masuk akal apabila memang ada hubungannya antara pola guratan sidik jari (yang ternyata adalah tanda genetis) dengan adanya penyakit (kelainan genetis).
Karena keduanya sama-sama bersifat genetis. Hal ini sebenarnya telah lama diketahui oleh kalangan kedokteran dimana tanda-tanda fisik tertentu seringkali mengindikasikan gejala penyakit kelainan genetis tertentu, misalnya penyakit down syndrom, dimana bisa terlihat dari bentuk wajah dan tangan penderitanya.
Kalangan kedokteran jiwa (psikiatri) juga mencoba melakukan penelitian mengenai kondisi retardasi mental dengan sidik jari, diantaranya sebagaimana yang terangkum dalam adalah:
- Dermatoglyphics in schizophrenia: the relevance of positive family history, RS Murthy and NN Wig. The British Journal of Psychiatry
- A Dermatoglyphics Study of Autistic Patients, Rothhammer, F., Pereira, G., Camousseight, A., & Bernardo, M. Dermatoglyphics in schizo- phrenic patients. Human Heredity, 1971.

Semakin banyak ilmuwan yang terus mengembangkan hubungan guratan sidik jari ini ke bidang disiplin ilmu lainnya, termasuk kalangan psikologi yang mencoba mencari korelasi pola guratan sidik jari dengan hubungan karakter seseorang, diantaranya adalah:
- Charlotte Wolff, a Physician and Psycho-analyst, the author “The Human Hands” 1942 and “The Hand in Psychological Diagnosis” 1951. Her collection of famous fingerprints: Marchel Duchamp, Marx Ernst, Man Ray, Ravel, TS Elliot, Virginia Woolf, George Bernard Shaw, and Aldous Huxley.
Dan kini, beberapa ilmuwan dan praktisi pendidikan mencoba mencari hubungan sidik jari ini untuk tujuan non-klinis, yakni untuk pengembangan pendidikan dan potensi sumber daya manusia.
Landasan logisnya sebenarnya adalah sederhana: Jika bisa diterapkan kepada orang yang sakit, maka tentu juga bisa diterapkan kepada yang sehat !
Sehubungan dengan perkembangan diatas, berkaitan dengan kehadiran fingerprint analysis (atau fingeprint test) dengan tujuan yang berhubungan dengan kepribadian dan kecerdasan adalah sbb:
�� Fingerprint Analysis adalah sebuah tools semata, yakni penggunaan data fisiologis berupa sidik jari, yang penggunaan dan pemanfaatannya tidak hanya sebatas untuk keperluan verifikasi identifikasi forensik saja.
�� Fingerprint Analysis dalam pemanfaatannya untuk keperluan yang berkaitan dengan
kepribadian dan kecerdasan yang saat ini banyak dikembangkan hanyalah sebuah
pengembangan metode sistem aplikasi yang tujuan utamanya adalah mencari hubungan
kode genetis sidik jari dengan potensi bawaan lahir seseorang (genetis). Sistem aplikasi yang disusun berdasarkan metode dan formula tertentu dimaksudkan sebagai tools interpretator kode genetis sidik jari dengan potensi bawaan lahir (inborn potentials)
�� Perumusan metode dan sistem aplikasi fingerprint analysis sehingga bisa
menginterpretasikan kode genetis sidik jari menjadi potensi bawaan lahir (inborn potentials) disusun secara seksama didasari referensi studi literatur, data riset ilmiah dermatolgyphic yang dipublish, serta diperkuat oleh studi empiris dan riset internal dari pengembang sistem aplikasi ini.
�� Karena Fingerprint Analysis adalah sebuah metode aplikasi terapan, maka Fingerprint Analysis telah dirilis oleh banyak pihak (provider/developer) yang melakukan pengembangan metode dan piranti lunak sistem aplikasinya sehingga muncul menjadi berbagai versi.
Fingerprint Analysis yang dikembangkan oleh Psychobiometric Research adalah salah satu versi aplikasi dan metode dari fingerprint analysis yang ada didunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar