Translate

Senin, 16 Juli 2012

Kontroversi Analisa sidik jari

Analisis sidik jari

Kehadiran tes yang satu ini kerap menuai kontroversi. Bahkan Guru Besar Psikologi UI, Prof. DR. Sarlito Wirawan Sarwono menentang penggunaan metoda analisis sidik jari 

Menurut Prof. Sarlito, pandangan bahwa kepribadian ditentukan faktor bawaan (nativisme) sudah lama ditinggalkan psikologi. Teori yang berlaku sekarang adalah kepribadian ditentukan oleh pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Untuk memeriksanya diperlukan proses panjang (metoda psikodiagnostik, assessment).

Di sisi lain, Andrian Benny Hidayat, Direktur Psychobiometric Lab RD Talent Spectrum Fingerprint Analysis menanggapi santai pelbagai komentar miring tentang validitas dan komersialisme yang ditujukan untuk metode analisis sidik jari.

“Adalah persoalan klasik, ketika ada metoda baru yang prospektif karena merupakan harapan dan kebutuhan pasar, fingerprint analysis tidak terlepas dari upaya-upaya komersialisasi. Itu wajar, dan tidak perlu dikhawatirkan selama tidak mengandung unsur penipuan, maupun hal-hal lain yang bisa menimbulkan kerugian kelak di kalangan penggunanya,” jelas Andrian.

Ia melanjutkan, “Tuduhan bahwa fingerprint analysis dijual dengan harga sangat tinggi, maka masalah harga terletak pada kondisi market, berkaitan supply and demands.Ditambah faktor teknologi dan aplikasinya yang berkaitan dengan HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), biaya research dan operasional menjadi bahan pertimbangan itu semua. Perlu diingat, yang dijual adalah produk dan jasanya, bukan pada knowledges-nya. Termasuk tidak beretika, apabila developer fingerprint analysis tidak melakukan transparansi mengenai basic knowledge formulasi dan metoda pengukurannya.”

Manfaat analisis sidik jari

Sidik jari muncul saat janin berusia 13 minggu. Menurut Andrian, kira-kira memasuki usia 4 bulan, tes sidik jari sudah bisa dilakukan. Dari sini dapat diketahui gaya belajar, kemampuan soft skill, tipe eksplorasi anak, serta potensi dan bakat anak. Sedangkan analisis sidik jari bagi Moms, dapat pula terkuak pola gaya asuhnya.

Konon, analisis sidik jari memiliki akurasi yang lebih tinggi ketimbang tes psikologi, angkanya mencapai 87,91 persen, sedangkan tes psikologi hanya 65 persen. 
Menurut Andrian, analisis sidik jari memberikan hasil yang tetap, meski diulang beberapa kali atau sampai individu meninggal.

“Hal ini disebabkan sidik jari bersifat permanen, spesifik, klasifikatif, bahkan jika terluka pun, sidik jari tidak akan mengalami perubahan, baru akan hilang jika terbakar. Berbeda dengan tes psikologi, yang umumnya hasil yang diperoleh dipengaruhi situasi diri yang dialami individu saat melaksanakan tes. Dengan begitu, hasil yang diperoleh bisa berbeda setiap saat,” imbuh Andrian.

Proses analisis sidik jari cukup singkat. Sepuluh jari ditempelkan pada sebuah alat khusus secara bergantian. Setelah itu dalam layar komputer – melalui program khusus - akan muncul lubang-lubang serta guratan sidik jari. Dari sanalah kepribadian anak akan dianalisis, selang beberapa menit hasilnya dapat diketahui. Konon, tes sidik jari bisa pula digunakan untuk membantu proses terapi anak down syndrome. (Sumber: Tabloid Mom & Kiddie)

1 komentar:

  1. Tanggapan atas Artikel Prof Sarlito : http://tesstifin.com/respon-terhadap-artikel-prof-sarlito-wirawan/

    BalasHapus